Sejak saat dini,
anak-anak membayangkan berjodoh dengan pasangan sempurna dari jenis berlainan.
Anak perempuan belajar memandang pada pacarnya. Dia juga belajar melihat
dirinya bersandar di pundak kekasihnya. Lain daripada itu, ia membayangkan
kekasih yang menciumnya dan berbisik di telinganya. Si perempuan juga belajar
untuk jadi penakut sehingga sang kekasih dapat melindunginya, belajar menangis
hingga habis air matanya. Anak-anak perempuan mengenakan pakaian pria yang kedodoran
hingga tampak makin kecil. Pemusatan hasrat
atau cathexis ini adalah kekuatan luar biasa yang melanggenggkan orde
gender. Hal ini tidak Cuma mengatur ketertarikan seseorang terhadap lawan
jenis, tetapi juga mencetak orang tersebut agar menjadi menarik bagi lawan
jenis. Anak perempuan mendamba jadi kecil dan lembut, sedangkan anak laki-laki
menjadi besar dan kuat. Semua hal ini adalah contoh dominasi pencitraan diri
yang didukung oleh masyarakat. Pencitraan kadang tidak sejalan dengan
perkembangan olahraga oleh perempuan yang memerlukan kekuatan, tinggi dan bobot
tubuh. Seorang atlet perempuan muda bahkan dibentuk agar menjadi menarik bagi
laki-laki dan diiklankan melalui pelbagai publikasi seperti pada “Sport
Illustrated for Woman.” Diet, tata rambut, cukur rambut (kaki dan kepala), obat
penghilang nafsu makan, steroid, tato, tindik, rias wajah, semuanya demi
memenuhi diri yang didambakan. Sikap konsumtif pada segala hal dikontrol oleh
hasrat. Dan hebatnya, hasrat pun telah tergenderkan. Pakaian, riasan,
kendaraan, rumah, perabot, kebun, makanan, rekreasi adalah perwujudan diri yang
disetir oleh hasrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar