Rabu, 15 Januari 2014

Tentang Jilbab dan Saya


Saya iseng menulis tentang jilbab di laptop saya ini. Ini adalah pengalaman hidup saya dari dulu sampai sekarang dan pandangan saya terhadap jilbab itu sendiri. Dulu saya heran melihat wanita berjilbab, apalagi yang sampai memakai cadar segala bersamaan dengan bajunya yang sangat tertutup rapat. Saya berfikir bahwa wanita akan berkurang kecantikannya jika dia memakai jilbab. Secara logika, mahkota perempuan adalah rambutnya. Dan bahkan sudah banyak treatment atau perawatan rambut untuk menambah kecantikan si wanita. Dan saya salah satu wanita yang memuja rambut itu sendiri. Segala perawatan telah saya lakukan, untuk apa? Yaaah, dari pemikiran dangkal itu. Saya berfikir akan terlihat lebih cantik. Astagfirullah!
Saya ingat ketika saya masih SMP dan SMA dimana masa labil-labilnya anak muda. Saya sering melihat teman-teman saya memakai jilbab saat sekolah. Perempuan muslim wajib memakai jilbab sedangkan saya tidak pernah mengenakannya. Yang saya punya waktu itu adalah selendang biasa. Saya sering sekali memperhatikan teman saya yang berjilbab. Saya penasaran, hukum berjilbab itu seperti apa. Saya melihat mereka disekolah berjilbab namun diluar sekolah itu seperti apa. Saya melihat mereka disekolah berjilbab namun diluar sekolah mereka membuka jilbabnya memakai pakaian T-shirt dan celana pendek alias hotpen. Bahkan dulu zaman saya masih duduk dibangku sekolah ada teman saya yang memakai jilbab tetapi doyan berantem sama orang lain. Astagfirullah! Apakah boleh? Apa dosanya setengah jika dia seperti itu? Terlalu banyak pertanyaan dalam fikiran saya. Jujur, saya bukanlah orang yang tau banyak tentang agama. Saya banyak membaca, melihat al-Quran dan google searching tentang jilbab itu sendiri dan subhanallah banyak ilmu yang saya dapat dari rasa penasaran ini. Ternyata bagi seorang muslimah baligh jilbab itu wajib hukumnya, satu helai pun rambut yang terlihat oleh lelaki yang bukan muhrimnya itu dosa. Lalu bagaimanakah jika kita punya ribuan helai rambut bahkan jutaan helai rambut? Astagfirullah dunia telah membutakan saya bahkan setelah 7 tahun  saya akil baligh. Tak terbayang betapa banyaknya dosa saya saat itu.
Saya mulai membuka fikiran saya sejak bermimpi memakai jilbab sembari menangis. Alhamdulillah sekarang saya sudah berjilbab. Jilbab menurut saya adalah komitmen dan tanggung jawab. Sekali saya berjilbab maka tidak akan saya membukanya lagi. Sungguh saya bukan ahli agama, bukan orang yang selalu berbuat baik, namun tidak berfikirkah bahwa jilbab itu wajib bagi kita seorang muslimah? Maka saya mulai menunaikan kewajiban kecil itu.
Jika ingin menunaikan kewajiban kecil itu jangan menunggu ketika akhlak kita baik dan jangan tunggu ini dan itu. Lalu bagaimana yang membuka menutup jilbab? Itu sih wallahualam! Hanya Allah yang tau. Alhamdulillah ketika saya mulai berjilbab (meskipun tidak pandai memakai dan terkesan asal asalan) sudah banyak berkah yang dapat saya ambil. Ketika saya mulai berjilbab, maka tentulah hal baik akan muncul.

Kamis, 09 Januari 2014

Inferioritas Perempuan


Sejak saat dini, anak-anak membayangkan berjodoh dengan pasangan sempurna dari jenis berlainan. Anak perempuan belajar memandang pada pacarnya. Dia juga belajar melihat dirinya bersandar di pundak kekasihnya. Lain daripada itu, ia membayangkan kekasih yang menciumnya dan berbisik di telinganya. Si perempuan juga belajar untuk jadi penakut sehingga sang kekasih dapat melindunginya, belajar menangis hingga habis air matanya. Anak-anak perempuan mengenakan pakaian pria yang kedodoran hingga tampak makin kecil. Pemusatan hasrat  atau cathexis ini adalah kekuatan luar biasa yang melanggenggkan orde gender. Hal ini tidak Cuma mengatur ketertarikan seseorang terhadap lawan jenis, tetapi juga mencetak orang tersebut agar menjadi menarik bagi lawan jenis. Anak perempuan mendamba jadi kecil dan lembut, sedangkan anak laki-laki menjadi besar dan kuat. Semua hal ini adalah contoh dominasi pencitraan diri yang didukung oleh masyarakat. Pencitraan kadang tidak sejalan dengan perkembangan olahraga oleh perempuan yang memerlukan kekuatan, tinggi dan bobot tubuh. Seorang atlet perempuan muda bahkan dibentuk agar menjadi menarik bagi laki-laki dan diiklankan melalui pelbagai publikasi seperti pada “Sport Illustrated for Woman.” Diet, tata rambut, cukur rambut (kaki dan kepala), obat penghilang nafsu makan, steroid, tato, tindik, rias wajah, semuanya demi memenuhi diri yang didambakan. Sikap konsumtif pada segala hal dikontrol oleh hasrat. Dan hebatnya, hasrat pun telah tergenderkan. Pakaian, riasan, kendaraan, rumah, perabot, kebun, makanan, rekreasi adalah perwujudan diri yang disetir oleh hasrat.

Kamis, 02 Januari 2014

What Do You Think About Agnostisisme ?

Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
Agnostisisme (

Jumat, 15 November 2013

Pasar Krempyeng UNNES


Lika Liku Lingkungan Kehidupan di Pasar Krempyeng

Apakah yang ada dalam pikiran kalian ketika pergi ke pasar tradisional ????? Pasti yang terlintas dihati kalian panas, ramai, bau, kotor, jorok, becek. Pedagang pembeli beradu mulut, tawar menawar barang disini. Sampah yang menumpuk ulah orang yang tidak bertanggungjawab. Para anak jalanan dan orang miskin berkeliaran meminta sedekah orang - orang kikir. Tukang ojek, tukang parkir menimbulkan sakit di telinga. Pedagang memainkan timbangan membuat rugi para pembeli. Terlihat preman mengemis pada pemulung. Para maling bermain petak umpet bersama penjaga - penjaga. Satpol PP yang panas tak dihiraukan pedagang - pedagang kikir. Akankah semua ini akan berubah ????

Pengertian  pasar  secara konkret adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual. Pengertian pasar  lebih dititik beratkan pada kegiatan jual belinya. Pasar dapat terbentuk di mana saja dan kapan saja. Pasar tradisional adalah pasar yang dalam pelaksanaannya bersifat tradisional dan ditandai dengan pembeli serta penjual yang bertemu secara langsung. Proses jual - beli biasanya melalui proses tawar menawar harga, yang diberikan untuk suatu barang bukan merupakan harga tetap, dalam arti lain masih dapat ditawar, hal ini sangat berbeda dengan pasar modern. Umumnya, pasar tradisional menyediakan bahan - bahan pokok serta keperluan rumah tangga. Lokasi pasar tradisional dapat berada ditempat yang terbuka atau bahkan dipinggir jalan.  Ciri khas pasar tradisional adalah adanya tenda-tenda tempat penjual memasarkan dagangannya, serta pembeli yang berjalan hilir mudik untuk memilih dan menawar barang yang akan dibelinya. Ciri - ciri pasar tradisional biasanya proses jual - beli melalui tawar menawar harga, barang yang disediakan umumnya barang keperluan dapur dan rumah tangga, harga yang relatif lebih murah, area yang terbuka dan tidak ber – AC. Di banyak tempat, pasar tradisional biasanya berdiri di belakang pasar modern. Seolah - olah menyiratkan posisi mereka yang kian terpinggirkan. Di pasar tradisional terjadi harga tawar menawar, sebaliknya tidak terjadi di pasar modern, harga sudah tetap. Suka tidak suka, semua tergantung  pada pembeli. Jika tertarik dan merasa harganya masuk akal, pasti pembeli akan dengan sukarela merogoh kocek dan menukarnya dengan barang - barang tertentu. Proses tawar - menawar harga di pasar tradisional memungkinkan terjalinnya kedekatan personal dan emosional antar penjual dan pembeli. Suatu perbandingan yang sangat berbeda antara pasar tradisional yang panas dan pasar modern sangat nyaman. Gedungnya berukuran besar dengan pendingin udara yang beroperasi selama pasar modern tersebut buka. Di mall atau di plaza jauh dari segala kotor dan becek. Pasar tradisional dapat bertahan karena adanya modal sosial yang hidup di antara para pelakunya.

Disaat merebaknya atau meningkatnya pasar modern, pasar - pasar kampung atau biasa disebut pasar tradisional ini justru masih memperlihatkan kekuatannya untuk terus bertahan. Apalagi orang bisa dengan mudah memenuhi kebutuhan sehari - hari tanpa harus berdandan saat keluar rumah. Pasar krempyeng yang berdiri tahun 1992 merupakan  salah satu sektor informal yang berkembang di Semarang. Pasar ini dapat dikatakan pasar krempyeng, karena bukanya tidak sampai sore, hanya buka dari pagi sampai siang saja. Pasar ini telah berpengaruh besar terhadap kehidupan pelaku pasar dan masyarakat disekitarnya. Pasar yang terletak di jalan Banaran, Semarang daerah UNNES dan letaknya yang strategis ini masih menjadi daya tarik masyarakat setempat yang setiap paginya ramai dikunjungi oleh para pembeli yang hendak ingin sarapan  dan ingin membeli sesuatu untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari. Pasar ini tengah menjual berbagai hasil jualannya yang dibutuhkan penduduk  setempat. Biasanya para pedagang disini mulai dasar berjualan pukul 04.30. Kurang dari 30 penjual yang ada disini. Kebanyakan yang berjualan di pasar krempyeng adalah ibu - ibu paruh baya.

Mereka menjual dagangannya setiap pagi dengan cara memikul tenongannya dari rumah atau naik angkot atau bahkan diantar suaminya naik motor untuk dijual di pasar krempyeng. Ketika pagi beranjak suasana bertambah ramai dengan kehadiran warga yang mulai mencari kebutuhan sehari - hari. Kesemrawutan semakin menjadi mulai pukul 07.00 sampai pukul 09.00. Aktivitas pedagang bercampur lalu lalang bersamaan dengan warga maupun mahasiswa baik yang berjalan kaki maupun pengguna sepeda motor. Keramaian itu biasanya surut ketika matahari sudah berada di atas kepala sekitar pukul 11.00. Lalu pedagang mulai memasukkan dagangannya kedalam tenongan dan pulang ke rumah. Dari sinilah lingkup pasar krempyeng benar – benar sepi. Para penjual setelah selesai berjualan akan kembali pada aktivitas biasanya yakni menjadi ibu rumah tangga di rumah. Esok harinya kembali beraktivitas pada pagi hari di pasar krempyeng.
Di pasar krempyeng juga terdapat bermacam - macam penjual. Ada yang menjual sate ayam, jajanan kecil, buah - buahan, ikan segar, sayuran, pakaian dan masih banyak lagi. Sate ayam juga menjadi daya tarik mahasiswa karena termasuk laris banyak yang membeli. Harga per bungkus Rp 5000,00.  Di pasar ini juga terdapat penjual bubur yang sudah tua. Dia menjual tiga macam bubur yakni bubur mutiara, bubur kacang ijo, dan bubur sumsum. Tetapi yang sering diminati mahasiswa dan mahasiswi UNNES adalah nasi gudangan.  
Dilihat dari sebutan namanya, gudangan sangat asing ditelinga seseorang yang bukan  penduduk setempat dan bukan orang daerah sini. Hal ini membuat rasa penasaran orang termasuk saya. Awalnya saya aneh dengan sebutan gudangan tersebut. Orang - orang setempat sering menyebutnya “nasi krempyeng”. Setelah saya membelinya, saya baru mengetahui ternyata yang disebut gudangan atau nasi krempyeng ini hampir sama dengan nasi rames tetapi kalau nasi krempyeng diberi kulub dan krupuk pangsit dan diberi bumbu kacang seperti bumbu pecel.
Rasanya memang nikmat apalagi ditambah dengan ceker ayam. Rata - rata para penjual nasi krempyeng ini mematok harga nasi krempyeng sebesar Rp 2500,00 per bungkus dan harga ceker minimal Rp 2000,00 per bungkus. Yang berjualan nasi krempyeng di pasar tersebut kira - kira ada enam penjual.  Salah satu penjual nasi krempyeng mengaku saat mengambil lauk gudangan selalu memakai tangan (muluk) karena lebih enak begitu daripada memakai sendok. Lebih terasa dan bisa mengira - ngira porsi gudangannya. Nasi gudangan ini murni hasil buatan para penjualnya. Salah satu ibu penjual nasi krempyeng di sini mengaku memasak semua gudangannya pukul 03.00 pagi. Apabila nasi gudangannya habis sebelum waktunya, maka para penjual tersebut sering meminta bantuan suaminya untuk mengambilkan nasi gudangan di rumah.
Para penjual nasi krempyeng di pasar ini termasuk lumayan banyak karena lebih dari satu yang berjualan, tetapi yang ramai dikunjungi pembeli hanya beberapa saja. Itu mungkin karena sudah berlangganan atau bahkan memang penjual yang ramai dikunjungi para pembeli itu benar-benar enak nasi krempyengnya. Para penjual yang tidak begitu laris hanya mampu melihat dan meratapi nasib jualannya. Sesekali mereka menghitung hasil jualannya yang belum seberapa melewati pergolakan hidup jantung pasar mengadu nasib di tempat ini.
Di pasar krempyeng terdapat berbagai macam sayuran yang masih segar - segar. Harga sayuran di sini cukup terjangkau (murah meriah). Sayuran ini didatangkan langsung dari daerah Bandungan. Biasanya yang membeli sayurannya, para penjual makanan yang membuka warung - warung.  Penjual pakaian di sini sering sepi pengunjung karena para pengunjung tidak begitu tertarik. Mungkin dagangannya terlalu sedikit tidak bisa bermacam - macam atau bahkan norak seperti di pasar Johar atau pasar lainnya. Pembeli yang dari kalangan ibu - ibu biasanya lebih sering mengunjungi penjual sayuran, tempe, dan bumbu – bumbu dapur. Ada juga seorang guru yang membeli ikan segar di pasar krempyeng. Dia mengaku saat membeli selalu menawar harga ikan setengahnya dari yang dijual oleh penjualnya. Di pasar krempyeng juga ada penjual jajanan yang jualannya diatas motor semisal, sosis, donat, tela – tela dan masih banyak lainnya. Bahkan ada yang berjualan ayam kecil berwarna - warni. Pembeli ayam kecil ini kebanyakan dari kalangan anak - anak. Pasar krempyeng sangat terjangkau mulai dari harganya hingga tempatnya. Begitu juga dengan para penjualnya yang sopan - sopan.
Pasar krempyeng di sini dapat dikatakan ramah lingkungan. Karena kebersihan di pasar ini benar - benar terjaga. Sampah - sampah dikumpulkan di pojok sendiri dan jika hari sudah menjelang siang maka ada petugas yang mengangkut sampah - sampah tersebut. Sistem pembayaran sampah ini dipatok Rp 1000,00 setiap harinya dengan cara lapaknya dibagi - bagi supaya adil. Biasanya pasar kampung cenderung kotor, tetapi tidak dengan pasar krempyeng ini juga tidak kotor sama sekali dan tidak berbau.
Para penjual di sini setiap bulannya membayar pajak sebesar Rp 2000,00. Pasar krempyeng yang berukuran 50 m2  ini yang mengelola adalah pihak Kelurahan bukan dari Dinas Setempat. Pasar krempyeng bagi saya agak sempit dan para penjualnya selalu berdempetan dengan penjual lainnya. Tidak ada jaraknya sama sekali, terbagi menjadi beberapa lapak. Sangat jauh berbeda dengan pasar - pasar lainnya seperti pasar Gunung Pati dan pasar Johar. Cara jualannya juga bercampur. Biasanya kalo pasar Johar, yang jualan pakaian atau sayuran jadi satu semua pada misal di blok itu jualan pakaian semua, di blok sana jualan sayuran semua. Bila hujan datang pasar krempyeng sering tergenang air tetapi hanya jalan rayanya saja. Airnya tidak sampai masuk ke pasar, hanya becek. Saya jarang menemukan pengemis atau orang meminta - minta di pasar ini. Padahal di pasar lain sering ada orang yang minta - minta uang. Di pasar krempyeng tidak terdapat tukang parkir, jika para pembeli ingin memarkirkan motor tinggal diparkirkan saja didepan pasar.
Interaksi pembeli dan penjual yang ada di pasar krempyeng ini tampak terlihat. Mereka tampak mementingkan kepentingan atau sibuk sendiri - sendiri sesuai dengan kebutuhan yang akan mereka dapatkan. Bila ada yang dikenal mungkin mereka baru menyapa. Para pembeli berusaha memaksimumkan kepuasan yang mungkin dinikmatinya, sedangkan penjual berusaha memaksimumkan keuntungan yang akan diperolehnya. Bagaimana seorang pembeli menggunakan sejumlah pendapatan atau uang untuk membeli berbagai jenis kebutuhan  yang dibutuhkannya. Bagaimana seorang penjual (produsen) menentukan tingkat produksi yang akan dilakukan.


Para pembeli dan penjual biasanya saat berbicara dalam hal tawar menawar selalu menggunakan bahasa krama atau sering menggunakan bahasa ngoko. Hanya beberapa pembeli saja yang tawar menawar dengan penjualnya. Mungkin memang harganya yang sudah cukup terjangkau. Umumnya penjual yang berjualan di sini berasal dari lingkungan masyarakat Banaran dan Sekaran. Orang -  orang yang pergi ke sana menggunakan motor, selalu memarkirkan motornya di depan pasar. Hal ini menyebabkan jalan raya yang sering dilalui orang terutama mahasiswa sering macet. Bahkan angkot sering berhenti seenaknya di sana saat pagi hari.


Saat hari berganti sore, pasar krempyeng ini ditempati oleh satu penjual buah - buahan yang sudah tua. Dia berjualan dari jam 15.00. Penjual ini mengaku terkadang jualannya sepi pembeli saat malam tiba. Penghasilannya tiap haripun tak tentu, kadang hasil jualannya laku kadang tidak. Dia mengakhiri berjualan setelah Isya. Pasar ini tampak sangat sepi pada malam hari. Tidak ada kehidupan yang bergerak disini dan gelap. Berbeda dengan pagi hari dimana berbagai aktivitas dilakukan di pasar tersebut. Hanya penjual nasi kucing di sebelah pasar yang terlihat ramai dikunjungi oleh para mahasiswa yang sedang makan dan nongkrong. “Nasi kucing di sebelah pasar krempyeng ini termasuk nasi kucing yang enak” kata beberapa mahasiwa yang sedang makan disana.
Dalam kehidupan pasar krempyeng tidak terdapat kepercayaan yang berbau mistik - mistik. Pasar krempyeng sangat membawa pengaruh besar terhadap para penjualnya meskipun pasar ini tergolong ke dalam pasar sederhana bahkan pasar kampung. Beberapa penjual mengaku setelah berjualan di pasar tersebut tingkat ekonomi mereka mulai membaik dari sebelumnya. Diharapkan pasar ini bisa menjadi kegiatan rutin untuk menggerakkan ekonomi warga setempat.
            
 Gambar Lauk Gudangan Krempyeng

MENGUNGKAP KEPERCAYAAN MITOS MASYARAKAT TENGANAN PEGRINGSINGAN KARANGASEM BALI


Tenganan adalah suatu nama desa tradisional bahkan masih dikatakan desa terpencil yang hanya terdapat di Pulau Bali. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem sebelah timurnya Bali. Desa ini memiliki luas  917.200 hektar, sekitar 0,85%. Desa Tenganan sangat jauh, berada di belakang bukit dan untuk pergi ke sananya melewati hutan – hutan alas. Desa Tenganan adalah salah satu desa yang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun - temurun dipertahankan. Ketika memasuki gerbang desa Tenganan, tampak jalan bebatuan begitu menghampar dan tidak beraspal. Bangunan penduduk yang masih sangat tradisional dan pagar yang memanjang nampak klasik berwarna kecoklatan karena terbuat dari tanah liat. Seperti inilah yang dinamakan benar – benar desa. Di balik keindahan desa yang menawan ini, desa Tenganan menyimpan beberapa mitos yang begitu menarik untuk diteliti. Lewat mitos, masyarakat diingatkan untuk melakukan ritual – ritual, memberikan penghormatan kepada kekuatan – kekuatan yang menciptakan perdamaian – perdamaian.

Desa Tenganan didiami oleh penduduk Bali Aga (Bali Asli) yang dipimpin oleh seorang Pemangku Adat. Di desa Tenganan terdapat seorang Kepala Desa yang bernama I Putu Suaranyeng. Beliau tinggal di desa tersebut dan sangat disegani oleh masyarakat. Masyarakat Tenganan sangat menghormati tata ruang. Apabila ada perubahan harus dilakukan dengan musyawarah bersama. “Ada aturan yang mengatur kepemilikan tanah secara pribadi dan tanah tersebut diatur dalam hak bersama”, kata Pak Putu. Dalam pemukiman terdapat enam deret rumah yang berhadapan. Ini mencirikan antara desa Tenganan dengan desa luar (bukan desa Tenganan). Pak Putu juga menjelaskan pakaian orang kaya dengan orang miskin setara, tidak ada yang membedakan mana yang kaya dan mana yang miskin.
Kata bapak – bapak yang duduk di semacam gazebo, umumnya masyarakat Tenganan mayoritas bekerja sebagai petani padi, dan saat ini sebagai petani pemilik. Mereka hanya sebagai tuan tanah atau pemilik tanah dan yang mengerjakan sawah mereka biasanya orang dari luar desa Tenganan. Di sini juga terdapat kebun dan hutan yang luasnya kira – kira 79 hektar. Tetapi saat saya meneliti di sana, saya tidak menemukan sawah tempat para masyarakat bercocok tanam, mungkin tempatnya agak jauh. Yang saya temukan adalah para ibu yang berkutat menenun dengan kainnya. Hampir semua perempuan berkecimpung didalam menenun kain gringsing tersebut. Kain gringsing ini merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat Tenganan. Kain ini jika dijual harganya berkisaran sangat tinggi minimal Rp 800.000,00 hingga Rp 5.000.000,00. Kain ini bernama kain gringsing. Kain yang terkenal hingga ke mancanegara. Pembuatannyapun membutuhkan waktu yang lama hingga bertahun - tahun. Cara pengerjaan kain gringsing ini dikenal dengan teknik dobel ikat. Teknik tersebut merupakan satu - satunya teknik yang terkenal di Indonesia. Ada tiga Negara yang membuat kain gringsing ini, yang pertama Jepang, India, dan Indonesia yakni di Tenganan. Tidak diketahui pasti kapan kain gringsing tersebut muncul di desa Tenganan. Kain gringsing ada hubungannya dengan nama desa adat Tenganan yakni “Desa Adat Tenganan Pegringsingan”.
Masyarakat Tenganan memiliki kepercayaan terhadap kain gringsing ini. Kain gringsing berawal dari Dewa Indra pelindung dan guru kehidupan bagi masyarakat Tenganan. Dewa Indra kagum dengan keindahan langit di malam hari dan dia memaparkan keindahan tersebut melalui motif tenunan kepada rakyat pilihannya. Rakyatnya bukan sembarang rakyat, masyarakat Tenganan. Sangat sulit untuk menenun sebuah kain. Dewa Indra mengajarkan para wanita di desa Tenganan tersebut menguasai teknik menenun kain gringsing. Kain tenun yang berwarna gelap alami digunakan masyarakat untuk melaksanakan ritual keagamaan atau adat dan dipercaya memiliki kekuatan magis. Kain gringsing memiliki bentuk, fungsi dan makna estetis yang tinggi. Kain gringsing ini sendiri terbilang unik, otentik dan kini amat langka. Benang yang dipakai untuk menenun kain ini berasal dari kapas Bali asli. Selain bahannya yang langka, proses pembuatan kain ini juga terbilang amat rumit. Kain ini biasanya dipakai pada waktu upacara dimana dipercaya dengan memakai kain ini akan terhindar dari penyakit.

Selain kain gringsing yang memiliki kekuatan magic tinggi, kerbau juga dianggap memiliki kekuatan magic. Kerbau dalam situasi tertentu mungkin dianggap sebagai hal yang bodoh, lamban serta wajib dihina.  Jika kita datang ke desa Tenganan, kita dapat berjumpa dengan kerbau – kerbau yang bebas berkeliaran di pekarangan desa tersebut. Masyarakat setempat tidak boleh memeliharanya apalagi mencarikan makan kerbau – kerbau itu. Kerbau di desa Tenganan sangat diiistimewakan seperti di India yang dianggap suci. Di desa Tenganan masyarakatnya memiliki kepercayaan penuh terhadap berbagai mitos yang ada di desa tersebut termasuk mitos pada kerbau. Kerbau – kerbau yang ada di desa Tenganan dianggap suci dan masyarakat tidak berani untuk mengganggunya.
Kerbau – kerbau ini sering jalan – jalan sendiri, mencari makan sendiri. Anehnya, kerbau – kerbau ini tidak memiliki tuan dan berjumlah banyak sekali. Masyarakat Tenganan tidak boleh bertindak semena – mena terhadap kerbau ini  termasuk membunuh atau menyiksanya. Karena kata masyarakat Tenganan, kerbau ini datangnya dari Sanghyang Widhi. Begitulah kerbau digauli secara mistis simbolis. Dalam perspektif mitos menurut Levi Strauss kerbau pada masyarakat Tenganan memiliki fungsi sosial kultural yang khas, yakni membuat dunia dapat dijelaskan dan bahkan digunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan dunia dan kontradiksi – kontradiksinya secara ajaib yang seolah – olah tidak masuk akal dalam realitas kehidupan nyata. Mitos kerbau pada masyarakat Tenganan dianggap memiliki sebuah kebudayaan yang bernilai tinggi. Keajaiban yang dikemas secara mistis membuat kerbau bermertamorfosa menjadi sistem pengkonstruksi makna dan bahkan mampu mengandung metabahasa akibat terjadinya persetubuhan intim antara kerbau dengan kompleksitas pemaknaan seseorang yang multitafsir. Kesadaran akan adanya kandungan metabahasa tersebut muncul karena apabila bersandar pada alam berpikir budaya masyarakat agraris pada waktu itu kerbau mampu merujuk bahkan dapat bermandikan kekayaan – kekayaan bahasa lain yang melekatinya. Kerbau – kerbau di desa Tenganan harus dibiarkan sampai tua dan sampai mati atau terkecuali dilakukan untuk upacara ritual. Konon kerbau yang mati tidak boleh dikubur sembarangan. Penguburan dilakukan oleh warga setempat yang terhimpun dalam kelompok Gumi Pulangan. Warga kelompok tersebut saat menguburkan kerbau tidak boleh memakai pakaian sembarangan, namun harus memakai pakaian adat lengkap desa Pegringsingan dan harus membawa keris. Kerbau yang hidup secara liar dalam lingkungan desa jika digunakan untuk keperluan upacara agama, juga harus diseleksi, dipilih yang betul – betul memenuhi syarat.
Menurut salah satu masyarakat Tenganan saat saya bertanya, kerbau yang bisa digunakan untuk upacara agama adalah kerbau jantan yang bersih tanpa noda. Dalam artian, binatang tersebut tidak boleh ada cacat fisiknya seperti luka.
Sebelum dipotong untuk upacara, kerbau tersebut terlebih dahulu diupacarai ke Pura Kandang, yang berlokasi di tengah perkampungan desa setempat. Usai upacara permohonan izin kepada Dewa Kerbau itu, barulah kerbau liar itu bisa dipotong.
Bahasa merupakan media menyampaikan pesan. Mitos juga disampaikan dengan bahasa dan mengandung pesan tertentu. Terbukti, kerbau dalam ritual – ritual adat dan bahkan simbol – simbol kebudayaan masyarakat tertentu menunjukkan bagaimana masyarakat mengkonseptualisasikan pesan kepentingannya untuk divisualisasikan dan disimbolkan dalam bentuk kerbau untuk disampaikan kepada Dewa Indra. Kerbau dalam konteks ini dihadirkan sebagai perwujudan konseptualisasi keyakinan sosial secara simbolik dan bahkan lebih dari itu kerbau dijadikan sebagai medium untuk menyatakan identitas diri, status, prestise dan nilai – nilai simbolik lainnya.
Dengan demikian dapat dikatakan kerbau yang dilekatkan dengan mitos sesungguhnya memiliki kemampuan membahasakan secara transendental isi logika kultural masyarakat pendukungnya sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap pola pandang, pola tindakan masyarakat terhadap dunianya. 
Selain itu dapat dikatakan pula bahwa melalui mitos kerbau inilah justru menjadi salah satu simpul kolektif yang begitu kokoh bagi masyarakat agraris pada waktu itu hingga kini. Cukup jelas kini melalui mistifikasi nilai – nilai yang melekat pada kebudayaan kerbau semakin menjadi abadi.
Lahirnya Desa Tenganan Pegringsingan berkaitan erat dengan kisah orang – orang desa Paneges memburu kuda Raja Bedahulu. Desa Paneges diyakini berada di daerah Bedulu, Gianyar, dekat dengan Pura Goa Gajah kini. Diceritakan, Raja Bedahulu memiliki kuda kesayangan yang bernama Kuda Once Srawa. Tatkala akan melaksanakan yadnya atau upacara, kuda sang Raja menghilang. Padahal, kuda ini bakal digunakan sebagai hewan korban dalam upacara tersebut. Untuk mencari Kuda Once Srawa, Raja Bedahulu pun menugasi para patih dan prajuritnya yang disebar ke segala arah. Orang – orang Paneges mendapatkan tugas mencari kuda kea rah timur. Ternyata, rombongan orang-orang Paneges ini berhasil menemukan kuda sang Raja. Kuda tersebut ditemukan di sebuah hutan lebat yang dikelilingi bukit – bukit kecil. Hanya yang menyedihkan kuda yang dikeramatkan itu ditemukan dalam keadaan sudah mati. Tidak diketahui sebab – sebab kematiannya. Tidak ada bekas luka, tidak ada tanda – tanda penyakit. Penemuan Kuda Once Srawa yang sudah mati itu pun dilaporkan kepada Raja Bedahulu. Sang Raja tentu saja bersedih hati. Namun, raja bijaksana itu tetap menghargai jasa – jasa orang – orang Paneges itu. Sebagai hadiah, mereka diberi kekuasaan atas tempat ditemukannya mayat kuda tersebut dengan luas sejauh bau busuk bangkai kuda itu bisa dicium.
Konon batu kuda Once Srawa yang tersebar di desa Tenganan tersebut tidak boleh diduduki oleh siapapun termasuk masyarakat Tenganan sendiri karena batu kuda tersebut merupakan titisan dari sang Raja Bedahulu.
Menurut Levi Strauss dalam memahami keberadaan masyarakat Tenganan, maka kisah Dewa Indra bagi sebagian orang Tenganan diyakini pernah terjadi di masa lampau. Kisah ini sendiri tetap bisa dipergunakan untuk memahami atau menerangkan apa yang sedang terjadi dan akan terjadi dalam masyarakat Tenganan. Bagi orang Tenganan, Dewa Indra pernah hidup di masa lampau dan sampai saat ini masih diyakini keberadaannya. Lewat mitos di atas, masyarakat diingatkan untuk melakukan ritual – ritual, memberikan penghormatan kepada kekuatan – kekuatan yang memberikan penjagaan dan kedamaian.

Selasa, 12 November 2013

TRADISI RITUAL RUTIN “NGUMBAH SABUK” DI DESA GABUS KABUPATEN PATI PADA MALAM SATU SURO


TRADISI RITUAL RUTIN “NGUMBAH SABUK” DI DESA GABUS KABUPATEN PATI PADA MALAM SATU SURO

Kabupaten Pati adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, secara geografis terletak di 644′56,80″ LS 11102′06,96″ BT dengan luas wilayah keseluruhan 1.419,07 km berbatasan dengan Laut Jawa di utara, bagian utara Kabupaten Pati merupakan semenanjung bagian daratan yang menjorok ke laut. Kabupaten Rembang di timur yang dihubungkan oleh jalan utama pantura, jalan pantura ini adalah jalan pos yang dirintis oleh Daendels dengan melakukan kerja paksa. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan yang secara fisik dibatasi oleh Pegunungan Kendeng Utara atau dikenal dengan Pegunungan Kapur Utara serta Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara di sebelah barat terpisahkan oleh Gunung Muria dan Gunung Patiayam (Kudus). Kabupaten Pati terdiri atas 21 kecamatan dan 405 desa. Kota Pati memiliki slogan yang cukup unik yakni “PATI BUMI MINA TANI”, karena Kabupaten Pati penduduknya mayoritas bekerja dalam bidang pertanian, bahkan 70% Kabupaten Pati adalah sawah. Selain itu Pati juga dijuluki dengan kota Pensiunan karena orang yang tinggal di Pati mayoritas orang pension atau purnawirawan.
            Tadi sudah disebutkan di atas di kabupaten Pati terdapat 21 kecamatan dan 405, salah satunya adalah ada kecamatan Gabus, desa Gabus. Pada malam suro di desa ini masih terdapat tradisi ritual “ngumbah sabuk” yang dilaksanakan oleh Perguruan Panca Silat bernama Setia Hati Terate. Perguruan ini merupakan perguruan silat terbesar di Indonesia, salah satunya bercabang di desa Gabus. Ketua cabang silat Pati ini adalah Bapak X. Perguruan Panca Silat Setia Hati Terate sudah berdiri sejak tahun 1922 oleh Eyang Suro. Beliaulah yang telah menciptakan panca silat tersebut.
            Saya sangat berterima kasih kepada Bapak X (saya samarkan namanya) karena beliau telah berkenan mengizinkan saya untuk ikut langsung menyaksikan ritual ngumbah sabuk tersebut meskipun dari luar Gedung. Tradisi ngumbah sabuk ini sudah zaman dahulu turun temurun selalu dilaksanakan pada malam satu suro. Ritual ini berlangsung secara khidmat di Gedung Serba Guna yang terletak di desa Gabus. Anggota perguruannyapun dari berbagai kalangan, dari yang muda hingga tua.
            Kegiatan ritual ngumbah sabuk ini dilaksanakan dari jam 20.00 sampai dengan jam 23.00 yakni diawali dengan doa bersama seperti tahlilan. Setelah itu pelantikan warga baru atau pengesahan. Seragam silat yang berwarna hitam dipakai terlebih dahulu. Setelah itu baru sabuk berwarna putih yang ternyata kainnya dari kain mori dilipat membentuk sabuk lalu dipakai. Setelah berpakaian lengkap, sejenak mengheningkan cipta atau biasa disebut renungan malam di dalam ruangan gelap di Gedung Serba Guna yang hanya bercahaya lilin. Setelah renungan di dalam gedung, anggota panca silat ini keluar dari gedung melakukan renungan keluar menuju ke jalan raya. Kondisi jalan benar – benar sepi dan sunyi. Hanya rute – rute tertentu yang ditentukan panitia. Mereka berjalan dalam keadaan diam. Keadaan diam disini dimaksudkan anggota panca silat ini dalam melakukan renungannya tidak berbicara sepatahpun meskipun dalam keadaan jalan. Renungan ini sangat bermanfaat bagi anggota panca silat untuk mengakui segala kesalahan yang pernah mereka perbuat dalam setahun yang lalu dan menyucikan diri atau pembersihan diri agar terhapus dosa – dosanya.
Setelah pengesahan adalah ngumbah mori dimana ini adalah puncak dari kegiatan ritual tersebut, dilakukan pada pukul 24.00. Didalam Gedung Serba Guna ini aanggota panca silat diwajibkan membawa gentong yang berisikan air dengan dua bunga mawar dengan warna sejenis. Gentong ini digunakan untuk merendam dan membasuh sabuk mori tersebut. Hal ini merupakan simbolisme dari penyucian diri. Yang berhak memiliki sabuk mori tersebut hanyalah anggota warga panca silat. Disini saya melihat banyak sekali muridnya. Ternyata murid – murid tersebut belum dapat dikatakan sebagai warga perguruan panca silat karena belum memiliki sabuk yang telah disahkan. Prosesi pencucian sabuk mori hanya untuk warga.
Setelah pencucian sabuk mori selesai, tahap akhir adalah penjemuran kain mori tersebut. Kain mori dijemur didalam ruangan tertutup dan jauh dari sinar matahari. Memang sangat lama untuk proses pengeringan kain mori ini karena tak tercahayai oleh matahari sedikitpun. Setelah benar – benar kering, kain mori disimpan di tempat yang aman, bisa didalam peti atau didalam lemari. Jangan sampai terkena dan tersentuh oleh apapun meskipun itu hewan rayap. Sabuk kain mori disimpan dan dicuci lagi besok di saat malam satu suro tiba lagi. Apabila ada salah satu anggota silat yang menghilangkan sabuk mori yang asli, dia dapat dikenai sanksi dan memulai tahap pengesahan dari awal. Untuk anggota yang sedang dalam latihan, pemakaian sabuk yang sering dipakai ternyata bukan sabuk mori tetapi hanya duplikatnya saja bukan kain mori yang asli. Tujuan dari ritual ngumbah sabuk ini sangat penting untuk mempererat tali persaudaraan dari berbagai anggota panca silat tersebut.